ISTIGHFAR

Brow Ayo Istighfar Bersama....Astagfirullahal'azim........1000X

 “Maka aku katakan kepada mereka “Mohonlah ampun kepada Tuhanmu sesungguhnya Dia adl Maha Pengampun”. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dgn lebat dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan untukmu sungai-sungai.”
Penjelasan Semenjak kekuasaan Islam mulai luruh dari permukaan bumi dan kekuatan Barat mulai mencengkeramkan kuku-kukunya maka tak ayal lagi akhlak manusiapun menjadi kian terpuruk.
Moral dan etika menjadi sesuatu yg “usang” utk dibicarakan nafsu menjadi standar baku utk mengukur nilai-nilai kehidupan dan syahwat adl sesuatu yg senantiasa dipuja-puja dgn dalih ia adl seni estetika atau yg lainnya. Akibatnya duniapun semakin kelam dan kotor sehingga hampir tak ada sejengkalpun tanah dibumi ini kecuali sarat dgn debu-debu kemaksiatan. Contoh yg mudah manakala anda pergi kemasjid maka mau tak mau anda harus melewati sekian banyak kemaksiatan. Bukankah sepanjang perjalanan banyak wanita berseliweran dgn pakaian menantang ?
Atau rumah kita bukankah selalu dibanjiri tayangan porno dan dentum musik syaitani ? contoh yg lain masih banyak lagi. Kesemuanya ini tentunya menjadikan diri kita lekat dgn dosa dan kemaksiatan. Disinilah seharusnya kita menyadari bahwa istighfar adl hal yg tidak bisa ditawar lagi utk menghindari pekatnya hati dari selubung dosa.
URGENSI ISTIGHFAR Terkadang kata “istighfar” disebut sendirian tapi terkadang pula ia disebut secara bersambungan dgn kata “taubat”.Kata istighfar bila ia disebut sendirian ia mengandung makna taubat. Namun bila disebut secara bersamaan dalam satu ayat maka istighfar bermakna “meminta pengampunan/ penjagaan dari kesalahan-kesalahannya yg telah lampau”. Sedangkan kata taubat berarti “Kembali kejalan Allah dan minta dijaga dari kesalahan-kesalahan yg akan datang”. Firman Allah S.W.T “Dan beristighfarlah kepada Rabbmu kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Rabb-ku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih“.
Seberapa jauh urgensi istighfar dalam kehidupan dapat terlihat dari seberapa besar perhatian Rasulullah S.a.w terhadap masalah ini. Adalah beliau S.a.w manusia yg makshum meski demikian beliau tetap akrab dgn kalimat istighfar. Ibnu Umar r.a pernah memberi kesaksian bahwa beliau mendengar Rasulullah S.a.w dalam suatu majlis membaca kalimat ; “Saya memohon ampun kepada Allah yg tidak ada sembahan selain Dia. Yang Maha Hidup dan Maha Berdiri Sendiri dan aku bertaubat kepada-Nya sebanyak seratus kali.” .
KITA HARI INI. Kalau para sahabat yg kondisinya jauh dari polusi kemaksiatan dan hari-harinya senantiasa dipenuhi dgn amal kebajikan saja tetap tanggap serius dan kontinyu dgn istighfar maka bagaimanakah dgn kita hari ini ?
Hari ini kita kalau boleh dikatakan adl orang-orang yg melalaikan istighfar. Padahal kalau melihat kondisi yg ada selayaknyalah kita lbh banyak membutuhkan istighfar sebab tensi kemaksiatan hari ini sangat jauh berlipat ketimbang zaman para sahabat.
Bukankah berbohong ghibah mengurangi timbangan zina dan segudang dosa-dosa besar sudah menjadi barang biasa bagi masyarakat kita ? Dan ironisnya dosa-dosa itu kita anggap sebagai angin lalu seakan tidak membahayakan kita.
Maka sudah saatnyalah kita merenung ulang terhadap kiri kita sudahkah ada dalam diri kita perasaan perlu terhadap istighfar sehingga secara otomatis kalimat kalimat-kalimat istighfar itu sering mengalir dari mulut dan hati kita.
CUKUPKAH UCAPAN ISTIGHFAR SAJA Sebagaimana kita ketahui bahwa dosa itu dikategorikan dalam dua jenis yaitu dosa besar dan dosa kecil. Dosa kecil akan hapus bila kita berucap istighfar dan berbuat kebajikan. Adapun jika yg kita lakukan termasuk dalam kategori dosa besar maka ucapan istighfar tanpa disertai dgn rasa penyesalan dan upaya melepaskan diri dari kemaksiatan adl gurauan belaka.Padahal ulama telah memberitahukan bahwa taubat itu baru bernilai jika telah memenuhi beberapa syarat yaitu;
Segera menghentikan kemaksiatan yg dikerjakannya.
Menyesal atas perbuatan dosa yg dilakukannya. Biasanya ditandai dgn airmata penyesalan.
Berniat sungguh-sungguh utk tidak lagi mengulangi perbuatannya tersebut.
Jika dosanya berkaitan dgn hak-hak adami maka ia harus mengembalikan hak orang yg telah didholiminya.
Tanpa itu semua maka taubat kita baru sebatas omongan belaka tanpa bukti. Wallahu a`lam.