Penjelasan
Semenjak kekuasaan Islam mulai luruh dari permukaan bumi
dan kekuatan Barat
mulai mencengkeramkan kuku-kukunya maka tak ayal lagi akhlak manusiapun menjadi
kian terpuruk.
Moral dan
etika menjadi sesuatu yg “usang” utk dibicarakan nafsu menjadi standar baku utk
mengukur nilai-nilai kehidupan dan syahwat adl sesuatu yg senantiasa
dipuja-puja dgn dalih ia adl seni estetika atau yg lainnya. Akibatnya duniapun
semakin kelam dan kotor sehingga hampir tak ada sejengkalpun tanah dibumi ini
kecuali sarat dgn debu-debu kemaksiatan. Contoh yg mudah manakala anda pergi
kemasjid maka mau tak mau anda harus melewati sekian banyak kemaksiatan.
Bukankah sepanjang perjalanan banyak wanita berseliweran dgn pakaian menantang
?
Atau rumah
kita bukankah selalu dibanjiri tayangan porno dan dentum musik syaitani ?
contoh yg lain masih banyak lagi. Kesemuanya ini tentunya menjadikan diri kita
lekat dgn dosa dan kemaksiatan. Disinilah seharusnya kita menyadari bahwa
istighfar adl hal yg tidak bisa ditawar lagi utk menghindari pekatnya hati dari
selubung dosa.
URGENSI
ISTIGHFAR Terkadang kata “istighfar” disebut sendirian tapi terkadang pula ia
disebut secara bersambungan dgn kata “taubat”.Kata istighfar bila ia disebut
sendirian ia mengandung makna taubat. Namun bila disebut secara bersamaan dalam
satu ayat maka istighfar bermakna “meminta pengampunan/ penjagaan dari
kesalahan-kesalahannya yg telah lampau”. Sedangkan kata taubat berarti “Kembali
kejalan Allah dan minta dijaga dari kesalahan-kesalahan yg akan datang”. Firman
Allah S.W.T “Dan beristighfarlah kepada Rabbmu kemudian bertaubatlah
kepada-Nya. Sesungguhnya Rabb-ku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih“.
Seberapa
jauh urgensi istighfar dalam kehidupan dapat terlihat dari seberapa besar
perhatian Rasulullah S.a.w terhadap masalah ini. Adalah beliau S.a.w manusia yg
makshum meski demikian beliau tetap akrab dgn kalimat istighfar. Ibnu Umar r.a
pernah memberi kesaksian bahwa beliau mendengar Rasulullah S.a.w dalam suatu
majlis membaca kalimat ; “Saya memohon ampun kepada Allah yg tidak ada
sembahan selain Dia. Yang Maha Hidup dan Maha Berdiri Sendiri dan aku bertaubat
kepada-Nya sebanyak seratus kali.” .
KITA HARI
INI. Kalau para sahabat yg kondisinya jauh dari polusi kemaksiatan dan
hari-harinya senantiasa dipenuhi dgn amal kebajikan saja tetap tanggap serius
dan kontinyu dgn istighfar maka bagaimanakah dgn kita hari ini ?
Hari ini kita
kalau boleh dikatakan adl orang-orang yg melalaikan istighfar. Padahal kalau
melihat kondisi yg ada selayaknyalah kita lbh banyak membutuhkan istighfar
sebab tensi kemaksiatan hari ini sangat jauh berlipat ketimbang zaman para
sahabat.
Bukankah
berbohong ghibah mengurangi timbangan zina dan segudang dosa-dosa besar sudah
menjadi barang biasa bagi masyarakat kita ? Dan ironisnya dosa-dosa itu kita
anggap sebagai angin lalu seakan tidak membahayakan kita.
Maka sudah
saatnyalah kita merenung ulang terhadap kiri kita sudahkah ada dalam diri kita
perasaan perlu terhadap istighfar sehingga secara otomatis kalimat
kalimat-kalimat istighfar itu sering mengalir dari mulut dan hati kita.
CUKUPKAH
UCAPAN ISTIGHFAR SAJA Sebagaimana kita ketahui bahwa dosa itu dikategorikan
dalam dua jenis yaitu dosa besar dan dosa kecil. Dosa kecil akan hapus bila
kita berucap istighfar dan berbuat kebajikan. Adapun jika yg kita lakukan
termasuk dalam kategori dosa besar maka ucapan istighfar tanpa disertai dgn
rasa penyesalan dan upaya melepaskan diri dari kemaksiatan adl gurauan
belaka.Padahal ulama telah memberitahukan bahwa taubat itu baru bernilai jika
telah memenuhi beberapa syarat yaitu;
Segera menghentikan kemaksiatan yg
dikerjakannya.
Menyesal atas perbuatan dosa yg
dilakukannya. Biasanya ditandai dgn airmata penyesalan.
Berniat sungguh-sungguh utk tidak
lagi mengulangi perbuatannya tersebut.
Jika dosanya berkaitan dgn hak-hak
adami maka ia harus mengembalikan hak orang yg telah didholiminya.
Tanpa itu semua maka taubat kita baru sebatas omongan
belaka tanpa bukti. Wallahu a`lam.