Cinta Abadi


         "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar dilaut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang telah Allah turunkan dari langit berupa air,lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memkikirkan. "QS. Al-Baqarah : 164).
  Suatu ketika, ada seorang kakek tinggal dengan anaknya. Selain itu, tinggal pula menantu
dan cucunya yang berusia 6 tahun. Tangan orang tua ini begitu rapuh, sering bergerak tak menentu. penglihatannya buram dan cara berjalannya pun ringkih.

Keluarga itu biasa makan bersama di ruang makan. Namun, sang orang tua yang pikun ini sering mengacaukan segalanya. Tangannya yang bergetar dan mata yang rabun membuatnya susah untuk menyantap makanan. Sendok dan garpu kerap jatuh. Saat si kakek meraih gelas, segera saja susu didalamnya tumpah membasahi taplak. Anak dan menantunya pun menjadi gusar. Mereka merasa direpotkan dengan semua ini."kita harus lakukan sesuatu," ujar sang suami. "Aku sudah bosan membereskan semuanya untuk Pak Tua ini".

lalu,kedua suami istri ini pun membuatkan sebuah meja kecil disudut ruangan. Disana, sang kakek akan duduk untuk makan sendirian, saat semuanya menyantap makanan. Karena sering memecahkan piring, keduanya juga memberikan mangkuk kayu untuk si kakek. Sering saat keluarga itu sibuk dengan makan malam mereka, terdengar isak sedih dari sudut ruangan.

Ada air mata yang tampak mengalir dari gurat keriput sudut mata si kakek. Tak ada gugatan darinya. Tetapi, tiap nasi yang dia suap selalu ditetesi air mata yang jatuh dari sisi pipinya. Namun, kata yang keluar dari anak dan menantunya selalu omelan agar ia tak menjatuhkan makanan lagi. Cucunya yang berusia 6 tahun memandang semuanya dalam diam.

Suatu malam, sebelum tidur, sang ayah memperhatikan anaknya yang sedang memainkan mainan kayu. Dengan lembut ditanyalah anak itu. "Kamu sedang membuat apa?" Tak diduga, anaknya menjawab,"Aku sedang membuat meja kayu buat ayah dan ibu, untuk makan saatku besar nanti. Nanti, akan kuletakkan disudut itu, dekat tempat kakek biasa makan." Anak itu tersenyum dan melanjutkan pekerjaannya.

Jawaban itu membuat kedua orang tuanya begitu sedih dan terpukul. Mereka tak mampu berkata-kata. Lalu, air mata pun mulai bergulir dari kedua pipi mereka. Walau tak ada kata-kata yang terucap, kedua orang tua ini mengerti, ada sesuatu yang harus diperbaiki.

Mereka makan bersama di meja makan, tak ada lagi omelan yang keluar saat ada piring yang jatuh, makanan yang tumpah atau taplak yang ternoda. Kini, mereka bisa makan bersama lagi di meja utama. Dan anak itu, tak lagi meraut untuk membuat meja kayu.

Sahabat, anak-anak adalah refleksi kita. Mata mereka akan selalu mengamati, telinga mereka akan selalu menyimak. Pikiran mereka akan selalu mencerna setiap hal yang kita lakukan. Mereka adalah peniru,jika mereka melihat kita memperlakukan orang lain denga sopan,hal itu pula yang akan dilakukan oleh mereka saat dewasa kelak. Orang tua bijak, akan selalu menyadari, setiap "bangunan jiwa" yang disusun adalah pondasi yang kekal buat masa depan anak-anak.

Mari, susunlah bangunan itu dengan bijak. Untuk anak-anak kita, untuk masa depan kita, untuk semuanya. Sebab, untuk merekalah kita akan selalu belajar, bahwa berbuat baik pada orang lain, adalah sama halnya dengan tabungan masa depan.

Kisah kedua.

Seorang anak bertanya kepada neneknya yang sedang menulis sepucuk surat.

"Nenek lagi menulis tentang pengalaman kita ya? Atau tentang aku?"

Mendengar pertanyaan si cucu, sang nenek berhenti menulis dan berkata kepada cucunya,"Sebenarnya nenek sedang menulis tentang kamu, tapi ada yang lebih penting dari isi tulisan ini yaitu pensil yang nenek pakai.Nenek harap kamu bakal seperti pensil ini ketika kamu besar nanti" ujar si nenek lagi.

Mendengar jawaban ini, si cucu kemudian melihat pensilnya dan bertanya kembali kepada si nenek, sebab dia melihat tak ada yang istimewa pada pensil yang nenek pakai. "Tapi nek sepertinya pensil itu sama saja dengan pensil yang lainnya", ujar si cucu.

Si nenek kemudian menjawab,"Itu semua tergantung bagaimana kamu melihat pensil ini." "Pensil ini mempunyai 5 kualitas yang bisa membuatmu selalu tenang dalam menjalani hidup, kalau kamu selalu memegang prinsip-prinsip itu didalam hidup ini."Si nenek kemudian menjelaskan 5 kualitas dari sebuah pensil.

"Kualitas pertama, pensil mengingatkan kamu kalau kamu bisa berbuat hal yang hebat dalam hidup ini. Layaknya sebuah pensil ketika menulis, kamu jangan pernah lupa kalau ada tangan yang selalu membimbing langkah kamu dalam hidup ini. Kita menyebutnya tangan Tuhan, Dia akan selalu membimbing kita menurut kehandak-Nya".

"Kualitas kedua, dalam proses menulis, nenek kadang beberapa kali harus berhenti dan menggunakan rautan untuk menajamkan kembali pensil nenek. Rautan ini pasti akan membuat si pensil menderita, tapi setelah proses meraut selesai, si pensil akan mendapatkan ketajaman-nya kembali. Begitu juga dengan kamu, dalam hidup ini kamu harus berani menerima penderitaan dan kesusahan, karena merekalah yang akan membuatmu menjadi orang yang lebih baik."

"Kualitas ketiga, pensil ini selalu memberikan kita kesempatan untuk menggunakan penghapus untuk memperbaiki kata-kata yang salah. Karena itu, memperbaiki kesalahan kita dalam hidup ini bukanlah hal yang jelek. Itu bisa membantu kita untuk tetap berada pada jalan yang benar."

"Kualitas keempat,bagian yang paling penting dari sebuah pensil bukanlah bagian luarnya, melainkan orang yang ada didalam sebuah pensil. Oleh sebab itu, selalulah hati-hati dan menyadari hal-hal didalam dirimu".

"Kualitas kelima adalah sebuah pensil selalu meninggalkan tanda/ goresan, seperti juga kamu, kamu harus sadar kalau apapun yang kamu perbuat dalam hidup ini akan meninggalkan kesan. Oleh karena itu selalulah hati-hati dan sadar terhadap semua tindakanmu".